Thursday, December 06, 2007

The Curse of The Lucky Thirteen

1
Adalah sebuah kisah tentang seorang bayi yang baru dilahirkan dan disambut dengan gembira(?) oleh keluarganya di Rumah Sakit...

Sang bayi imut nan lucu ini mempunyai dua kakak cowok yang tentu saja datang berkunjung untuk melihat adik kecil mereka yang baru lahir, nggak sabar pengen tahu seberapa manisnya. Sayangnya... saat sang bayi dilahirkan, mereka justru terjebak di dalam lift Rumah Sakit.

Entahlah tepatnya sampai berapa lama, tapi yang pasti sudah hampir tewas karena keabisan oksigen. Akhirnya salah satu dari mereka yang kuat nan kekar mencoba membuka pintu lift dengan kedua tangan dan... berhasil! Terselamatkanlah mereka berdua dari nasib tragis.

**Disclaimer: Detail cerita tidak begitu jelas karena penulis saat kejadian di atas terjadi masih berupa bayi imut yang baru lahir.

Kejadian penting lainnya terjadi di saat sang bayi sudah tumbuh menjadi anak perempuan yang berusia 17 tahun. Dia mengadakan pesta Sweet Seventeen seperti layaknya anak-anak perempuan lainnya. Dan di pesta tersebut, dihidangkan es krim Pisa kesukaannya sebagai dessert. Di tengah-tengah pesta, papa dan salah satu kakaknya pergi untuk mengambil es krim pesanan. Berhubung jaraknya lumayan dari Cilandak Townsquare sampai Kemang, tentu membawa es sebanyak itu perlu dry ice.

Tak berapa lama mereka berdua mulai merasa sesak napas untuk alasan yang kurang jelas. Awalnya sang papa mengira itu hanya karena mereka habis berlari-lari bawa es krim. Kemudian sang kakak mengatakan hal yang sama dan tiba-tiba terpikirlah bahwa dry ice yang mereka bawalah yang mengancam nyawa mereka di dalam mobil tertutup tersebut. Jadilah mereka membuka jendela dan kembali mampu bernapas seperti biasa setelah terancam pingsan di dalam mobil yang sedang berjalan.

**Disclaimer: Penyebab sesak napas masih dugaan. Penulis sempat berpikir-pikir, pernah beberapa kali bawa kue ulangtahun temen pake dry ice di dalam mobil tapi baik-baik saja tuh. Kemungkinan karena waktu itu es krimnya sekardus gede jadi dry ice-nya juga gak kira-kira kali ya... tapi tetap saja, waspadalah pada bahaya dry ice dalam mobil!

Inti dari cerita ini adalah:
- Waktu aku lahir, kedua kakakku terjebak di lift dan terancam mati lemas.
- Waktu aku menginjak umur "keramat" 17 tahun, papa dan kakakku sesak napas di dalam mobil dan hampir mengalami nasib yang sama.

ADA APA SIH DENGANKU??

Friday, November 23, 2007

The Other Side of Me..?

0
Adalah sebuah cerita tentang seorang mahasiswa yang seumur hidupnya tidak pernah "nyeletuk" di kelas kecuali kalau ditanya secara langsung (dan kadang-kadang pun, dengan sangat menyesal harus mengakui, belum tentu bisa menjawab pertanyaan yang bersangkutan, di mana kalau itu terjadi terpaksa tetap diam seribu bahasa)...

Jadi hari ini ada kelas mata kuliah yang karena satu dan lain hal sudah diambil semua anak di angkatanku (bukan, bukan karena saya failed dan harus ngulang sendirian! Enak aja), menyebabkan aku mengambilnya sendirian bersama anak-anak-angkatan-2006-yang-tak-dikenal. (Yang mana setiap kali aku menyebutkan kalo ikut kelas ini, temen-temenku SELALU kaget seakan aku ngambil kelas yang harusnya udah diambil di semester 1 atau apa. Serius deh. Jangan membuatku merasa terhina begitu dong. Banyak temenku yang ngambil mata kuliah yang udah kuambil sejak 2 semester lalu tapi aku kok nggak pernah heboh waktu tahu mereka baru ngambil sekarang. Parahnya lagi, mereka nggak pernah bisa inget kalo aku ngambil kelas ini walaupun sudah kubilang berkali-kali. Jadi setiap kali aku harus mengulang informasi bahwa aku ngambil kelas ini, SETIAP KALI itu pula mereka kaget dengan menyebalkannya. Huh!)

Intinya, waktu aku masuk kelas dengan PD-nya, baru ada 1 orang di sana plus dosennya. Tak lama satu orang lagi menyusul dan dimulailah kuliah dengan... ya, tiga anak. Yang sangat tidak enak kalau itu kelas di mana aku nggak kenal siapa-siapa dan berjuang untuk tetap invisible di setiap pertemuannya supaya nggak ketahuan kalo aku si-anak-2005-itu-yang-WOW-baru-ngambil-kelas-ini-sekarang.

Dan yang lebih nggak enak lagi, sang dosen mengharapkan reaksi dan antusiasme yang tinggi dari ketiga mahasiswa malang ini. Yang benar saja deh. Di mana-mana kalo kelas isinya cuma 3 orang, pasti nggak ada yang pengen semangat merespon. Melihat keadaan yang menjadikanku satu dari tiga target mahasiswa-yang-nggak-bikin-semangat-ngajar, wajarlah bila aku mulai panik. Jelas bahwa sang dosen nggak akan memberi kuliah panjang lebar dengan gaya monolog dan membiarkan kami duduk tenang, mendengarkan, dan mencatat.

Parahnya lagi, dia menanyakan pertanyaan-pertanyaan basic dan tak satu pun yang merespon. Oke, ada satu yang akhirnya merespon tapi jawabannya sangat salah. Aku makin merasa ini bakal jadi hari awkward yang panjang. Sang dosen mulai panik sendiri dan memprediksikan bahwa kami semua pasti nggak lulus, kalau keadaannya begini.

Well. Sebetulnya aku tahu jawaban dari semua pertanyaan itu. Tapi seperti yang sudah disebut di awal, aku sama sekali bukan tipe mengacungkan-tangan-untuk-menjawab atau bahkan sekadar mengucapkan jawaban secara spontan kalau ada pertanyaan diberikan di kelas. Saya kan orangnya rendah hati begitu. *ditimpuk*

Singkat cerita, keadaan sudah sangat hopeless. Aku mungkin nggak punya nyali, tapi satu hal yang lebih menggangguku adalah dianggap nggak ngerti apa-apa dan NGGAK BAKAL LULUS. Maaf saja ya. Jadi, aku menatap berkeliling. Orang-orang ini nggak kenal aku. Plus, hanya ada DUA saksi mata di sana (tidak termasuk sang dosen, yang aku yakin bahkan nggak tau namaku). Mereka nggak tahu aku bukan murid tipe Hermione. Jadi mereka nggak bakalan shock kalau aku tiba-tiba menjawab tanpa ditanya langsung. Ya kan?

Jadi sebelum aku menyadari apa yang terjadi, aku mendengar diriku sendiri mengeluarkan jawaban yang benar. Sang dosen tampak girang dan lega karena ternyata bukan salah dia semua mahasiswanya nggak tau apa-apa (walaupun aku nggak yakin itu pantas dijadikan ukuran, mengingat halo, hanya ada TIGA mahasiswa di sana) dan mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Dan aku menjawab lagi. Dan lagi...

Dan sang dosen berterimakasih padaku karena sudah memberikan respon dan meyakinkannya hasil pengajarannya selama ini nggak sia-sia. Aku dengan rendah hati memberikan senyum ah-bukan-masalah-kok. *ditimpuk lagi*

Padahal, dalam situasi seperti itu, well, situasi normal, aku bakal jadi orang terakhir yang akan menyelamatkan keadaan dengan memberikan jawaban spontan dan membuat seorang dosen berterimakasih. Aku jadi bertanya-tanya apakah kuliah di jurusan ini ternyata memang ada gunanya untuk orang sepertiku.

Saturday, October 20, 2007

Just Another Family Dinner...

0
Adalah sebuah cerita tentang keluarga yang ingin mengadakan acara makan malam kecil-kecilan untuk merayakan ulangtahun kakakku dan omaku yang tanggalnya persis sama...

Sayang cerita ini tidak seseru cerita pertemuan seluruh keluarga besar yang ku-post di blog Desember 2005 lalu. Tapi atas request Droo, akhirnya ku-post juga deh.

Mungkin kalian masih ingat tanteku dari postingan lalu itu. Ya, tante yang sama yang waktu itu berteriak "YA AMPUN, liat tuh jambu bolnya!" waktu pertama kali sampai dan melihat rumah saudaraku yang super megah yang punya JUTAAN benda lain yang bisa dikagumi seperti mobil Jaguarnya atau rumah bertingkatnya. Tapi dia memilih untuk meneriaki jambu bol malang itu. (Omong-omong, apa sih bedanya jambu bol dan jambu biasa? Serius deh, aku nggak tahu.)

Yah, dia cukup mendominasi percakapan makan malam kali ini. Well, oke, semua orang lainnya memang sibuk dengan HP-nya sendiri-sendiri (termasuk aku), jadi dia nggak punya lawan, tapi tetap saja. Awalnya kupikir nggak bakal ada kejadian menarik, mengingat papaku sibuk ngomongin bisnis di telepon dan semua orang lainnya sibuk makan dan ber-SMS dengan entah siapa. Tapi lalu seperti biasa tanteku "menghidupkan suasana".

Awalnya aku nggak begitu mengikuti pembicaraan. Jadi waktu tanteku sibuk nyari tissue, aku nggak begitu peduli. Walaupun sedikit curiga juga kenapa gayanya agak sembunyi-sembunyi begitu. Maksudku, tissue kan bukan barang ilegal atau apa. Tapi dia dan mamaku sibuk kasak-kusuk tentang sesuatu dan membuat rencana yang melibatkan tissue, jadi aku memutuskan untuk memperhatikan.

Tak lama, jelaslah rencana rahasia tersebut. Ternyata, tanteku berniat menyelundupkan pizza-pizza nikmat dari hidangan buffet kami ke dalam tissue untuk dibawa pulang. Aku nggak ngerti buat apa. Serius deh, aku nggak pernah ngerti orang-orang yang membawa pulang makanan dari hidangan buffet (termasuk mamaku, tapi hei, dia kan mamaku, jadi aku bisa bilang apa? Yang penting aku nggak mengikuti contohnya). Kita sudah bisa ngambil makanan SEPUASNYA. Dan itu, setahuku, tidak berarti untuk persediaan besok juga.

Oh, dan dia juga membawa penyelundupan makanan ke level berikutnya dengan berniat menyelundupkan botol Equil yang "bagus, ijo-ijo itu" juga untuk dibawa pulang. Jangan tanya aku bagaimana seseorang bisa menyelundupkan benda sebesar ITU ke dalam tas. Setelah diyakinkan mamaku bahwa ini bukanlah tindakan yang paling bijaksana, dia menyerah. Tapi setelah beberapa percakapan kemudian...

Tanteku: Botolnya...
Semua orang: *nggak terlalu mendengarkan*
Tanteku: Botolnya TUH lho! *menekankan dengan bersemangat*
Semua orang: *menoleh ke botol malang itu*
Tanteku: Bentuknya tuh bagus banget...
Aku: ...........

Jelas, dia masih terobsesi dengan botol hijau sialan itu.

Oh, dan dia dua kali menyebutku kurus. Sekali bahkan "kurus banget". Yang SANGAT tidak benar, karena aku tidak merasakan perubahan sedikit pun. Tidak diet dan tidak olahraga, dan jelas masih suka makan. Jadi aku nggak ngerti dari mana dia mendapatkan kesan kurus itu. Bertanya-tanya sepanjang malam dengan penasaran dan menyimpulkan pasti karena potongan rambut layer baruku yang dibelah pinggir dan sangat ringan, yang pasti membuat mukaku kelihatan lebih langsing atau apa. Baru saja berpikir walaupun sedikit memalukan, dia baik juga, tapi kemudian..

Tanteku: [ke kakakku] Kamu gendut banget ya? Tuh, perutnya buncit gitu!
Aku: ........... *merasakan empati berupa perasaan JLEB*
Tanteku: [ke kakakku] Gimana tuh, gendut begitu? Nanti nggak dapet cewek, lho!
Aku: ............. *merasakan empati berupa perasaan seperti ditimpa sebongkah batu besar*

Astaga. Boleh saja dia bisa memuji, tapi ternyata bisa menyakitkan hati juga. --;

Para orangtua kemudian sibuk mengagumi HP-HP kami dengan noraknya. Mamaku sibuk meminta kakakku memotret semua orang yang ada "supaya kalo telpon bisa keliatan mukanya gede-gede di layar kaya punya papa". Waktu diprotes, dia bilang "biar tahu yang nelepon siapa, karena fotonya yang bakal keluar dan bukan nomernya". Aku menjelaskan padanya dengan sabar bahwa biasanya, nama penelepon juga akan muncul di layar dan untuk apa sih butuh foto segala? Papaku sibuk mengagumi HP-ku yang "hebat ya, kaya kamera beneran, posisinya bisa mendatar begini, dan ini-zoom-nya-gimana-sih?"

Serius deh. Harus ada kursus teknologi khusus untuk para orangtua.

Selebihnya, makan malam itu cukup uneventful, kecuali waktu tanteku mengklaim bahwa semua makanannya tergencet dan memenuhi tasnya. Well, aku nggak bisa bilang apa-apa untuk yang satu itu, karena itu jelas bukan salahku. Setidaknya restoran itu mendapatkan semua botol Equil-nya kembali dengan aman.

Saturday, October 13, 2007

An Honest Mistake

0
Adalah sebuah cerita tentang petualangan sekelompok mahasiswa membuat makalah untuk dipresentasikan...

Aku: [buru-buru pulang dari acara makan malem di malem sebelum deadline buat nyelesaiin kesimpulan]
Kakakku: Tugas apaan sih?
Aku: Er.. [mikir, dan memutuskan males ngejelasin] Ya gitu deh. Ribet.
Kakakku: Ribet ya. Malesin ya?
Aku: Banget [memasang tampang ugh-gak-penting-banget-deh]
Kakakku: Nggak ngebayar orang buat ngerjain aja?
Aku: .....
Kakakku: Kan banyak tuh mahasiswa yang nyuruh orang ngerjain tugas-tugas gitu trus dibayar.
Aku: ..........................

Untunglah saya mahasiswa inosen yang baik hati dan tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh buruk dari kakak sendiri.

Keesokan paginya...

Teman Sekelompok #1: Akhirnya kita jadi berapa halaman?
Aku: Sekitar 30-an.
Teman Sekelompok #1: Wah.. banyak ya.

Teman Sekelompok #2 datang. Anak-anak di kelompok lain pun sibuk mendiskusikan berapa jumlah halaman ideal dari sebuah makalah sebetulnya. Ada yang pusing karena 15 halaman aja susah menuhinnya.

Teman Sekelompok #1: Kita jadi 30 halaman ya? Katanya kelompok lain 15 aja ngga nyampe..
Teman Sekelompok #2: Gitu ya? Aduh, maklum deh..
Teman Sekelompok #2: Gue khilaf..
Aku: ..........

Setahu saya, arti khilaf = melakukan kesalahan karena tidak bisa mengontrol diri sendiri. Tapi hari ini aku belajar bahwa ada juga orang yang waktu khilaf bikin makalah ketebelan. Coba ya, semua mahasiswa zaman sekarang seperti itu...

Monday, September 10, 2007

The Classified Files of a Double Agent

6
Selamat datang di Double Sided Mirror.

Bagi mereka yang berhasil menemukan URL-nya dengan kemampuan menganalisa dan kepintaran logika spesial kalian, selamat! Kalian punya bakat jadi pemecah kode atau profesor. Bagi mereka yang terpaksa menyerah dan meminta jawabannya langsung, tidak apa-apa. Ini bukan soal yang gampang dan aku sendiri belum tentu bisa memecahkannya kalau aku ada di posisi kalian. Tapi bagaimanapun juga, sebagai pecinta Alias sejati, menurutku aku perlu mengawali pembukaan blog ini dengan permainan kecil yang menantang kemampuan mata-mata kalian. Sekarang sesudah kalian sampai di sini, sekali lagi selamat!

Ya, inilah blog baru yang katanya mau dibuka seminggu yang lalu itu, tetapi karena satu dan lain hal (baca: pemilihan nama URL baru yang makan waktu berhari-hari, rasa malas yang datang bersama kepanikan begitu sadar sudah deadline dan belum menyiapkan apa-apa, internet bodoh yang memutuskan untuk berjalan selambat siput di hari ulangtahunku, dst dst) baru bisa diselesaikan sekarang. Seperti yang bisa dilihat, nama blog ini sekarang adalah Double Sided Mirror. Temanya adalah kehidupan ganda. Alasannya sederhana saja, karena aku merasa aku salah satu orang yang menjalani kehidupan ganda semacam ini. Bukan karena aku punya pekerjaan super rahasia sebagai pembela kebenaran atau mata-mata (nggak, sayangnya hidup ini NGGAK sekeren itu), tapi karena aku yang di dunia online dan offline adalah dua kepribadian yang berbeda. Hampir bertolak belakang malah. Maka itulah alasanku mengangkat ironi tersebut ke blog ini. Layout masih pakai kode dari blog lama, yang berarti hasil karya Ireth Halliwell, hanya dimodifikasi warnanya dan, tentu saja, headernya, yang merupakan karyaku sendiri. Warnanya dibuat abu-abu untuk melambangkan grey area yang tidak pasti itu, demi mendukung tema blog juga.

Yah, mari berharap blog ini akan punya tulisan sebanyak blog yang dulu, dan jadi tempat penyimpan memori kehidupanku mulai dari umur 20 sampai entah berapa. Blog baru, lembaran baru, meskipun hidupku saat ini belum mengalami perubahan yang berarti. Tapi rasanya selalu menyenangkan melihat halaman-halaman baru yang belum ditulisi dan Archive yang masih bersih. Mari kita sukseskan blog ini bersama-sama (baca: jangan lupa sering-sering komen ya)!