Thursday, November 10, 2011

Tentang Pertemanan

7
Hari ini entah kenapa tiba-tiba rindu mengecek blog ini. Tepatnya beberapa hari lalu sih, untuk tujuan yang aku udah lupa, aku perlu ngecek blog ini. (Oh iya, buat ngecek tipe personality yang hasilnya ku-posting di sini waktu itu) Saking udah lama nggak pernah dibuka, harus ngetik full address blog-nya di browser karena sejak make laptop terakhir ini belom pernah buka sama sekali. Agak sedih memang. Tapi kemarin pun aku cuma baca-baca ulang beberapa entry lama (aneh nggak sih kalo aku suka melakukan ini? Apa aku satu-satunya blogger yang suka baca-baca ulang entry lama?) lalu move on lagi. Baru hari ini, waktu nggak ada kerjaan dan pengen buka sesuatu yang baru, aku pun membuka kembali blog ini dan akhirnya teringat untuk mengecek apakah Mel/Byq tetap meng-update Superbyq-nya selama aku absen sepenuhnya dari dunia blog selama ini.

Tentu saja dia tetap update. Dan aku pun pertama-tama meng-klik bulan terakhir di mana aku masih membaca Superbyq dan mencoba catch up dari sana. Ada banyak sekali entry yang menungguku dan ini kayanya bakal makan waktu seharian. Tapi beberapa jam kemudian aku nggak sadar udah menghabiskan waktu lama nongkrongin Superbyq dan membaca-baca semua entry yang aku lewatkan selama ini. Dan aku menikmatinya.

Ini bukan betul-betul perjalanan ke masa lalu. Tapi ini mengingatkanku akan kebiasaan burukku kalo udah lulus/naik kelas: melupakan orang-orang yang sudah lama nggak kutemui. Kata orang mempertahankan teman itu lebih susah daripada mencari teman. Buatku dua-duanya susah. Malah mungkin mencari teman baru lebih susah. Makanya aku selalu lebih senang mencoba mempertahankan hubungan. Temen-temen SD-ku udah pada nggak tau ke mana dan hanya kadang-kadang masih kontak karena adanya Facebook dan/atau BBM, dan satu-satunya kelompok teman yang berhasil kupertahankan untuk tetep deket (baca: jalan bareng setidaknya beberapa bulan sekali) adalah teman-teman SMA-ku. Yang lain udah jarang ketemu, tapi kami berempat masih rajin jalan dan selalu berusaha menyempatkan diri ketemu. Akhir-akhir ini makin susah karena semuanya kerja dan satu sekolah di luar negeri (kecuali aku yang malas ini), tapi kami mencoba tetap nggak lost contact.

Membaca Superbyq membuatku kangen dengan Mel. Mungkin dia akan kaget karena kami nggak pernah sedeket itu ataupun melakukan hal-hal yang terlalu emosional semasa pertemanan kami. Hubungan kami adalah hubungan simbiosis mutualisme dan kedekatan yang terjadi hanya ada di kampus. Kami cukup tahu hal-hal basic tentang satu sama lain dan itu sudah cukup. Tapi dia satu-satunya temanku yang konstan semasa kuliah; satu-satunya orang yang kukenal dan tetep ada di deketku dari semester pertama sampe semester terakhir. Dengan caranya sendiri, she is important to me. Tanpa dia mungkin aku nggak bakal sanggup melewati hari-hari penuh cobaan di universitas kami tercinta itu (Dramatis mode: ON). As cheesy as it sounds, she was my rock. Dan aku nggak mau hanya karena kuliah sudah berakhir untuk kami berdua, lalu pertemanan kami pun berakhir.

Gagal mengikuti blognya adalah tanda aku mulai 'melupakan' dia. Membaca blog dengan setia adalah perbuatan yang sangat sepele dan gampang dilakukan. Intinya, kalo itu aja nggak bisa, rasanya aku nggak niat banget mempertahankan pertemanan kami. Jadi mulai hari ini aku mau mencoba lagi. Aku mau mencoba jadi temen yang nggak pelupa dan yang gampang kena fenomena out of sight, out of mind.

Tentu saja, nggak semua orang ingin mempertahankan hubungan. Baru-baru ini aku juga mencoba untuk reach out pada seseorang yang sudah nggak kontak denganku sama sekali selama lebih dari lima tahun. Seorang teman, dan, yah... sesuatu yang lebih. Mungkin itu alasannya dia tidak tertarik untuk berteman lagi. Yang membuatku merasa sedikit konyol, sudah lama aku berniat melakukan ini dan membayangkan kami bisa berteman lagi dan menghapuskan semua peristiwa nggak enak yang mungkin pernah terjadi gara-gara emosi dulu. Aku sudah membayangkan semua pasti bisa kembali menyenangkan lagi kalau saja aku mau reach out lebih dulu, karena dulu memang aku juga yang shut him out.

Tapi aku konyol karena sama sekali nggak menyangka mungkin saja dia tidak tertarik melakukan hal yang sama. Lagi-lagi aku jatuh karena pride, karena bahkan kemungkinan bahwa seseorang segitu nggak niatnya ngomong sama aku pun nggak terlintas di pikiranku sekali pun. Mungkin dia menganut prinsip; yang lalu biarlah berlalu. Dan karena toh kami sudah putus kontak segitu lama, buat apa kontak lagi? Buat apa catch up? Buat apa saling bertanya kabar dan berbasa-basi? Kami sudah jadi orang yang sangat berbeda. Apa gunanya?

Bukannya aku nggak pernah mengabaikan pertanyaan apa kabar basa-basi dari teman lama. I'm guilty of that too. Tapi itu teman yang memang nggak pernah akrab denganku dan, jujur saja, itu sama rasanya dengan orang-orang yang hampir nggak pernah kuajak ngobrol yang meng-add-ku di Facebook hanya karena kami pernah sekelas. Bukan orang yang pernah punya history denganku. Yang ingin kulakukan dengan mencoba mengontak dia kembali hanyalah untuk mencoba berteman lagi. Sama sekali nggak ada niat untuk mengulang kembali apa yang sudah terjadi dan terbukti nggak berhasil, kok. I just wanted to be in good terms with him again. That's all.

Tapi setelah jawaban yang ditunggu pun tidak muncul, akhirnya aku mengerti bahwa untuknya, sudah nggak ada alasan bagi kita untuk membicarakan apa pun lagi. Dulu kukira dia bukan tipe orang seperti itu tapi mungkin orang berubah. Atau mungkin ini semua salahku sendiri karena aku yang mendorongnya pergi lebih dulu. Ya sudahlah. Aku tidak terlalu kecewa. Some friends will be lost. Aku hanya berharap aku nggak melakukan kesalahan yang sama dengan teman-temanku yang lainnya yang pernah jadi bagian penting hidupku.

Mari mulai berhenti take for granted semua orang di sekitar kita.