Wednesday, May 01, 2019

Birokrasi Gak Jelas ala Jakarta

0
Wow. Bentuk blogger sekarang aneh banget dan sangat tidak familier. Rasanya seperti ngetik di Google Drive. Btw, untuk sign in ke sini aja merupakan tantangan, lho, saking lamanya aku nggak sign in. Butuh tiga kali tebakan untuk menentukan akun gmail mana yang terikat dengan blog ini.

Dan sekarang aku berasa ada di Twilight Zone ngetik ini.

Anyway...

Enam tahun sejak entry terakhirku. Dan sekarang saya sudah menikah dan hidup di luar negeri. Betapa banyak hal yang bisa berubah dalam beberapa tahun saja! Dulu kukira aku bakal jadi crazy cat lady dan meninggal sendirian dikelilingi 14 kucing di rumah orang tuaku. Senang rasanya tahu nasib berbaik hati memberikan takdir yang relatif lebih menyenangkan.

Alasanku kembali kemari adalah untuk menceritakan proses menggelikan yang kulalui waktu mencoba minta surat keterangan belum menikah dari Kelurahan di Jakarta untuk dibawa menikah di luar negeri.

Dahulu kala, ini proses yang sederhana. Jadi, aku pergi ke kelurahan dengan harapan cepat kembali membawa surat yang diperlukan. Tapi sejak seorang Gubernur baru naik takhta beberapa tahun lalu, ternyata oh ternyata, sekarang jika kamu mau menikah di Jakarta, kamu memerlukan sesuatu yang namanya Sertifikat Layak Kawin.

Wow, wow, mau kawin perlu sertifikat?

Iya. Surat ini diterbitkan oleh Puskesmas. Dan untuk mendapatkannya kamu harus diperiksa kesehatan dan konseling dahulu.

Waktu kakakku menikah sekitar dua tahun lalu nonsens ini belum ada.

Udah gitu, siapa sih yang nggak 'layak' kawin? Kok kesannya menghina banget? Bukankah semua orang layak untuk menikah?

Aku sudah menjelaskan aku mau menikah di luar negeri, dan peraturan ini hanya untuk orang-orang yang pernikahannya didaftarkan di Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama, tapi kelurahan tetap berkeras aku perlu Sertifikat Layak Kawin.

Setelah tahu aku harus diperiksa kesehatan dan konseling macam-macam soal KB, anak, dan sebagainya... You know what I did?

I said, fuck that.

Aku pun memutuskan aku tidak perlu surat keterangan belum menikah. Sejak kapan orang mau menikah privasinya harus dijajah seperti ini? Lalu kenapa kalau aku sakit? Okelah, untuk penyakit menular seksual itu memang tanggung jawabku untuk menceritakan kepada pasangan. Tapi itu juga seharusnya bukan urusan pemerintah, 'kan? Dan konseling tentang punya anak dan segalanya itu baik jika ditawarkan sebagai layanan opsional (lebih bagus lagi kalau gratis!) Tapi wajib? Heck, no. I ain't going to talk about that crap with a random stranger.

Dengan yakin aku pun berangkat tanpa membawa surat gak penting itu. Dan ternyata? Memang nggak perlu. City Hall di tempatku menikah nggak membuat surat keterangan belum menikah sebagai persyaratan untuk menikah, cukup pernyataan dariku saja bahwa aku belum pernah menikah. Memang cuma Indonesia yang punya birokrasi gak penting dan bertele-tele, semakin lama semakin menginvasi privasi penduduknya. Di luar negeri menikah itu urusan kita sendiri, dan kalau memang ketahuan bohong bilang belum menikah padahal sudah, nanti yang repot juga kita sendiri karena pernikahannya dinyatakan tidak sah.

So, fuck that, Jakarta. I'm glad I decided I didn't need your petty bureaucracy. 

Nggak heran makin banyak orang pindah ke luar negeri. Setelah aku jadi penduduk tetap di sini, rasanya aku nggak bakal pulang-pulang lagi kecuali untuk reuni dengan keluarga. Kalo bisa sebenarnya aku berharap mereka juga pindah ke sini.

Indonesia, oh Indonesia. Kamu cuma bikin capek hati.